Welcome to my blog :)

rss

Album

Selasa, 23 Februari 2010

Team Sedang Belajar

Desain Penelitian Tindakan Kelas

Penerapan desain atau model – model PTK seperti yang telah banyak dikemukakan dapat dilakukan untuk semua mata pelajaran, terutama mata pelajaran yang di dalamnya terdapat praktek. Untuk itu mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, bahasa Inggris, Biologi, dan sebagainya juga dapat menerapkan salah satu desain.

Apakah akan diterapkan tersebut model John Elliot, model Kemmis & McTaggart, model Hopkins ataupun model yang lainnya? Hal ini bergantung kepada permasalahan yang dihadapi praktisi di lapangan ataupun bergantung pada pemahaman dan kemampuan para praktisi di lapangan terhadap suatu model PTK atau dalam menerapkan salah satu model PTK.

Yang perlu mendapatkan perhatian dalam kaitannya dengan diterapkan suatu model PTK ialah bahwa terdapat langkah – langkah yang seharusnya diikuti oleh peneliti/guru, yaitu: 1) ide awal, 2) prasurvei/temuan awal, 3) diagnose, 4) perencanaan, 5) Implementasi tindakan, 6) Observasi, 7) Refleksi, 8) Laporan, 9) Kepada Siapa Hasil PTK dilaporkan.

1.Ide Awal

Seseorang yang berkehendak melaksanakan suatu penelitian baik yang berupa penelitian positivisme, naturalistic, analisis isi maupun PTK pasti diawali dengan gagasan – gagasan atau ide – ide, dan gagasan itu dimungkinkan yang dapat dikerjakan atau dilaksanakannya. Pada umumnya ide awal yang menggayut di PTK ialah terdapatnya suatu permasalahan yang berlangsung di dalam suatu kelas. Ide awal tersebut di antaranya berupa suatu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan penerapan PTK itu peneliti mau berbuat apa demi suatu perubahan dan perbaikan.

2.Prasurvei

Prasurvei dimaksudkan untuk mengetahui secara detail kondisi yang terdapat di suatu kelas yang akan diteliti. Bagi pengajar yang bermaksud melakukan penelitian di kelas yang menjadi tanggung jawabnya tidak perlu melakukan prasurvei karena berdasarkan pengalamannya selama dia di depan kelas sudah secara cermat dan pasti mengetahui berbagai permasalahan yang dihadapinya, baik yang berkaitan dengan kemajuan siswa, sarana pengajaran maupun sikap siswanya. Dengan demikian para guru yang sekaligus sebagai peneliti di kelasnya sudah akan mengetahui kondisi kelas yang sebenarnya.

3.Diagnosis

Diagnosis dilakukan oleh peneliti yang tidak terbiasa mengajar di suatu kelas yang dijadikan sasaran penelitian. Peneliti dari luar lingkungan kelas/sekolah perlu melakukan diagnose atau dugaan – dugaan sementara mengenai timbulnya suatu permasalahan yang muncul di dalam satu kelas. Dengan diperolehnya hasil diagnosis, peneliti PTK akan dapat menentukan berbagai hal, misalnya strategi pengajaran, media pengajaran, dan materi pengajaran yang tepat dalam kaitannya dengan implementasinya PTK.

4.Perencanaan

Di dalam penentuan perencanaan dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu perencanaan umum dan perencanaan khusus. Perencanaan umum dimaksudkan untuk menyusun rancangan yang meliputi keseluruhan aspek yang terkait PTK. Sementara itu, perencanaan khusus dimaksudkan untuk menyusun rancangan dari siklus per siklus. Oleh karenanya dalam perencanaan khusus ini tiap kali terdapat perencanaan ulang (replanning). Hal – hal yang direncanakan di antaranya terkait dengan pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, teknik atau strategi pembelajaran, media dan materi pembelajaran, dan sebagainya. Perencanaan dalam hal ini kurang lebih hamper sama dengan apabila kita menyiapkan suatu kegiatan belajar – mengajar.

5.Implementasi Tindakan

Implementasi tindakan pad prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi apa yang di ajarkan atau dibahas dan sebagainya.

6.Pengamatan

Pengamatan, observasi atau monitoring dapat dilakukan sendiri oleh peneliti atau kolaborator, yang memang diberi tugas untuk hal itu. Pada saat memonitoring pengamat haruslah mencatat semua peristiwa atau hal yang terjadi di kelas penelitian. Misalnya mengenai kinerja guru, situasi kelas, perilaku dan sikap siswa, penyajian atau pembahasan materi, penyerapan siswa terhadap materi yang diajarkan, dan sebagainya.

7.Refleksi

Pada prinsipnya yang dimaksud dengan istilah refleksi ialah upaya evaluasi yang dilakukan oleh para kolaborator atau partisipan yang terkait dengan suatu PTK yang dilaksanakan. Refleksi ini dilakukan dengan kolaboratif, yaitu adanya diskusi terhadap berbagai masalah yang terjadi di kelas penelitian. Dengan demikian refleksi dapat ditentukan sesudah adanya implementasi tindakan dan hasil observasi. Berdasarkan refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan (replanning)selanjutnya ditentukan.

8.Penyusunan Laporan

Laporan hasil penelitian PTK seperti halnya jenis penelitian yang lain, yaitu disusun sesudah kerja penelitian di lapangan berakhir.

9.Kepada siapa hasil PTK Dilaporkan

Sebenarnya , PTK lebih bersifat individual. Artinya bahwa tujuan utama bagi PTK adalah self-improvement melalui self-evaluation dan self reflection, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa. Dengan demikian hasil pelaksanaan PTK yang berupa terjadinya inovasi pembelajaran akan dilaporkan kepada diri si peneliti (Guru) sendiri). Guru perlu mengarsipkan langkah – langkah dan teknik pembelajaran yang dikembangkan melalui aktivitas PTK demi perbaikan proses pembelajaran yang dia lakukan di masa yang akan dating. Namun demikian, hasil PTK yang dilaksanakan tidak tertutup kemungkinan untuk diikuti oleh guru lain atau teman sejawat. Oleh karena itu guna melengkapi predikat guru sebagai ilmuwan sejati, guru perlu juga menuliskan pengalaman melaksanakan PTK tersebut ke dalam suatu karya tulis ilmiah. Karya tulis tersebut, yang selama ini belum merupakan kebiasaan bagi para guru, sebenarnya masyarakat pengguna lain. Dengan melaporkan hasil PTK tersebut kepada masyarakat (teman sejawat, pemerhati/pengamat pendidikan, dan para pakar pendidikan lainnya) guru akan memperoleh nilai tambah yaitu suatu bentuk pertanggungjawaban dan kebanggaan akademis/ilmiah sebagai seorang ilmuwan hasil kerja guru akan merupakan amal jariah yang sangat membantu teman sejawatnya dan siswa secara khusus. Melalui laporan kepada masyarakat, ptk yang pada awalnya dilaksanakan dalam skala kecil yaitu di ruang kelas, akan memberi sumbangsih yang cukup signifikan terhadap peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa.

RANCANGAN EX POST FACTO

Rancangan ex post facto

A. Rancangan ex post facto

1 Pengertian Ex Post Facto
Penelitian dengan rancangan ex post facto sering disebut dengan after the fact. Artinya, penelitian yang dilakukan setelah suatu kejadian itu terjadi. Disebut juga sebagai restropective study karena penelitian ini merupakan penelitian penelusuran kembali terhadap suatu peristiwa atau suatu kejadian dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut. Dalam pengertian yang lebih khusus, (Furchan, 383:2002) menguraikan bahwa penelitian ex post facto adalah penelitian yang dilakukan sesudah perbedaan-perbedaan dalam variable bebas terjadi karena perkembangan suatu kejadian secara alami.
Penelitian ex post facto merupakan penelitian yang variabel-variabel bebasnya telah terjadi perlakuan atau treatment tidak dilakukan pada saat penelitian berlangsung, sehingga penelitian ini biasanya dipisahkan dengan penelitian eksperimen. Peneliti ingin melacak kembali, jika dimungkinkan, apa yang menjadi faktor penyebab terjadinya sesuatu.

2 Perbandingan Antara Ex post Facto dengan Eksperimen

Dalam beberapa hal, penelitian ex post facto dapat dianggap sebagai kebalikan dari penelitian eksperimen. Sebagai pengganti dari pengambilan dua kelompok yang sama kemudian diberi perlakuan yang berbeda. Studi ex post facto dimulai dengan dua kelompok yang berbeda kemudian menetapkan sebab-sebab dari perbedaan tersebut. Studi ex post facto dimulai dengan melukiskan keadaan sekarang, yang dianggap sebagai akibat dari faktor yang terjadi sebelumnya, kemudian mencoba menyelidiki ke belakang guna menetapkan faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya.
Penelitian ex post facto memiliki persamaan dengan penelitian eksperimen. Logika dasar pendekatan dalam ex post facto sama dengan penelitian eksperimen, yaitu adanya variabel x dan y. Kedua metode penelitian tersebut membandingkan dua kelompok yang sama pada kondisi dan situasi tertentu. Perhatiannya dipusatkan untuk mencari atau menetapkan hubungan yang ada di antara variabel-variabel dalam data penelitian. Dengan demikian, banyak jenis informasi yang diberikan oleh eksperimen dapat juga diperoleh melalui analisis ex post facto.

Dalam penelitian eksperimen, pengaruh variabel luar dikendalikan dengan kondisi eksperimental. Variabel bebas yang dianggap sebagai penyebab dimanipulasi secara langsung untuk meminimalkan pengaruh terhadap variabel terikat. Melalui eksperimen, peneliti dapat memperoleh bukti tentang hubungan kausal atau hubungan fungsional di antara variabel yang jauh lebih menyakinkan daripada yang dapat diperoleh menggunakan studi ex post facto.
Peneliti dalam penelitian ex post facto tidak dapat melakukan manipulasi atau pengacakan terhadap variabel-variabel bebasnya. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan dalam variabel-variabelnya sudah terjadi. Peneliti dihadapkan kepada masalah bagaimana menetapkan sebab dari akibat yang diamati tersebut. Furchan (383:2001) menyatakan bahwa dengan tidak adanya kemungkinan peneliti untuk melakukan manipulasi atau pengacakan.
Contoh perbedaan antara penelitian ex post facto dengan eksperimen adalah sebagai berikut. Sebuah penelitian berjudul Pengaruh Kecemasan Siswa pada Waktu Mengerjakan Ujian Terhadap Hasil Ujian Mereka dapat didekati dengan dua metode, yaitu eksperimen dan eks post facto.
1) Pendekatan Eksperimen
Dalam judul di atas terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam judul di atas adalah kecemasan siswa dan ujian nasional. Variabel terikatnya adalah hasil ujian.
Ciri dari penelitian eksperimen adalah adanya manipulasi terhadap variabel bebas. Dari kondisi di atas, variabel bebas dapat dimanipulasi menjadi cemas dan tidak cemas. Konkritnya, sebuah kelas terdiri dari kelas A dan B. Masing-masing kelas dimanipulasi kondisinya menjadi kelas A menjadi kelas yang cemas, sementara kelas B menjadi kelas yang netral (pengendali).
Pengkondisian kelas dapat dilakukan dengan memberikan sugesti kepada kelas A bahwa ujian yang diberikan akan berpengaruh terhadap kenaikan kelas. Artinya, siswa yang memiliki nilai yang rendah bisa dimungkinkan tidak naik kelas. Sementara kelas B dikondisikan netral. Dengan pengertian bahwa ujian di kelas B hanyalah untuk mengukur kemampuan pemahaman terhadap suatu kompetensi tanpa adanya pengaruh dari hasil dengan kenaikan kelas.
Setelah kelas sudah terkondisikan, maka diberikan soal dengan tingkat kuantitas dan kualitas kesulitan yang sama. Pada waktu yang bersamaan, lembar jawaban dikumpulkan bersama dan dilakukan pengoreksian terhadap hasil jawab dari kelas A dan B. Apabila terjadi perbedaan nilai, semisal, nilai kelas A lebih tinggi daripada kelas B, maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya kecemasan ternyata mampu meningkatkan nilai ujian. Anggapan lain, bahwa dengan adanya kecemasan membuat siswa semakin berpacu untuk mendapatkan yang terbaik.
2) Pendekatan Ex post Facto
Hal penting dalam pendekatan ex post facto adalah tidak adanya manipulasi terhadap variabel. Dalam kasus di atas, dapat didekati dengan ex post facto dengan melihat situasi kelas A dan B yang sebelumnya tidak diadakan manipulasi. Artinya, kelas tersebut berjalan secara alami. Misalnya, hasil ujian kelas A dan B menunjukkan perbedaan dari satu siswa ke siswa lainnya. Dari hasil tersebut, dilakukan klasifikasi antara siswa yang memiliki nilai tinggi dengan siswa yang memiliki nilai rendah. Kemudian dihubungkan antara kecemasan dengan hasil nilai. Misalnya ditemukan kesimpulan bahwa nilai di atas rata-rata dikerjakan oleh siswa yang memiliki kecemasan. Oleh karena itu, pengaruh kecemasan siswa memang berpengaruh terhadap hasil ujian, yaitu menjadi lebih baik.
Penelitian dengan menggunakan pendekatan ini tentu saja memiliki kekurangan. Dari kasus di atas dapat terlihat satu celah kelemahan bahwa bisa jadi adanya faktor ketiga selain kecemasan yang membuat nilai ujian meningkat. Hal ini dimungkinkan adanya faktor ketiga, yaitu kecerdasan. Selain kecemasan, bisa dimungkinkan bahwa kecemasan adalah situasi lain, sedangkan kecerdasan menjadi penunjang utama.

3 Kekurangan Pendekatan Ex Post Facto

Pendekatan ex post facto memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan tersebut adalah sebagai berikut.
1) Tidak adanya kontrol terhadap variabel bebas.
Oleh karena tidak adanya kontrol terhadap variabel bebas, maka sukar untuk memperoleh kepastian bahwa faktor-faktor penyebab yang relevan telah benar-benar tercakup dalam kelompok faktor-faktor yang sedang diselidiki.
2) Kenyataan bahwa faktor penyebab bukanlah faktor tunggal, melainkan kombinasi dan interaksi antara berbagai faktor dalam kondisi tertentu untuk menghasilkan efek yang disaksikan, menyebabkan soalnya sangat kompleks.
3) Suatu gejala mungkin tidak hanya merupakan akibat dari sebab-sebab ganda, tetapi dapat pula disebabkan oleh sesuatu sebab pada kejadian tertentu dan oleh lain sebab pada kejadian lain.
4) Apabila saling hubungan antar dua variabel telah diketemukan, mungkin sukar untuk menentukan mana yang sebab dan mana yang akibat.
5) Kenyataan bahwa dua, atau lebih, faktor saling berhubungan tidaklah mesti memberi implikasi adanya hubungan sebab akibat.
6) Menggolongkan-golongkan subjek ke dalam kategori dikotomi (misalnya golongan pandai dan golongan bodoh) untuk tujuan perbandingan, menimbulkan persoalan-persoalan, karena kategori-kategori itu sifatnya kabur, bervariasi, dan tak mantap.
7) Studi komparatif dalam situasi alami tidak memungkinkan pemilihan subyek secara terkontrol. Menempatkan kelompok yang telah ada yang mempunyai kesamaan dalam berbagai hal kecuali dalam hal dihadapkannya kepada variabel bebas adalah sangat sukar.

4 Keunggulan Penelitian dengan Pendekatan Ex Post Facto

Metode ini baik untuk berbagai keadaan kalau metode yang lebih kuat, yaitu metode eksperimental, tak dapat digunakan. Apabila tidak selalu mungkin untuk memilih, mengontrol, dan memanipulasikan faktor-faktor yang perlu untuk menyelidiki hubungan sebab akibat secara langsung. Apabila pengontrolan terhadap semua variabel kecuali variabel bebas sangat tidak realistik dan dibuat-buat, yang mencegah interaksi normal dengan lain-lain variabel yang berpengaruh.
Apabila control di laboratorium untuk berbagai tujuan penelitian adalah tidak praktis, terlalu mahal, atau dipandang dari segi etika diragukan atau dipertanyakan. Studi kausal-komparatif menghasilkan informasi yang sangat berguna mengenai sifat-sifat gejala yang dipersoalkan: apa sejalan dengan apa, dalam kondisi apa, pada perurutan dan pola yang bagaimana, dan sejenis dengan itu. Perbaikan-perbaikan dalam hal teknik, metode statistik, dan rancangan dengan kontrol parsial, pada akhir-akhir ini telah membuat studi kausal komparatif itu lebih dapat dipertanggungjawabkan.

Selasa, 16 Februari 2010

FILSAFAT ILMU

Filosofi Pendidikan

Pengertian Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
Ciri-ciri berfikir filosfi :

1. Berfikir dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi.
2. Berfikir secara sistematis.
3. Menyusun suatu skema konsepsi, dan
4. Menyeluruh.
Empat persoalan yang ingin dipecahkan oleh filsafat ialah :
1. Apakah sebenarnya hakikat hidup itu? Pertanyaan ini dipelajari oleh Metafisika
2. Apakah yang dapat saya ketahui? Permasalahan ini dikupas oleh Epistemologi.
3. Apakah manusia itu? Masalah ini dibahas olen Atropologi Filsafat.
Beberapa ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:
1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.
2. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
3. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
4. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
Manfaat filsafat dalam kehidupan adalah :
1. Sebagai dasar dalam bertindak.
2. Sebagai dasar dalam mengambil keputusan.
3. Untuk mengurangi salah paham dan konflik.
4. Untuk bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
2. FILSAFAT PENDIDIKAN
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi peserta didik agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Beberapa aliran filsafat pendidikan;
1. Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme.
2. Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme; dan
3. Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
3. ESENSIALISME DAN PERENIALISME
Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia berada. Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek tersebut.
Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.
Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:
1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal (Plato)
2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk mencapainya ( Aristoteles)
3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau nyata. (Thomas Aquinas)
4. PENDIDIKAN NASIONAL
Pendidikan nasional adalah suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Pendidikan nasional Indonesrn adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlanar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila.

Kerangka berfikir ilmiah atau epistemologi

Kerangka berfikir ilmiah atau epistemologi merupakan cabang filsafat ilmu yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Epistemologi membahas secara mendalam proses-proses yang terlihat dalam usaha manusia untuk memperoleh pengetahuan. Adanya pola-pola dasar atau desain atau kerangka yang dilakukan oleh aktivitas jiwa dalam menemukan suatu pengetahuan memerlukan suatu objek pengetahuan dan instrumen untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Bertambahnya pengetahuan seiring dengan proses perkembangan pola pikir manusia diawali dengan rasa ingin tahu tentang benda-benda di sekelilingnya, alam sekitar, bulan, bintang dan matahari yang dipandangnya, bahkan rasa ingin tahu tentang dirinya sendiri. Adanya kemampuan berfikir manusia menyebabkan rasa ingin tahunya selalu berkembang. Dengan kemampuan berfikir manusia dapat mendayagunakan pengetahuannya yang terdahulu dan kemudian menggabungkan dengan pengetahuannya yang diperoloeh hingga menghasilkan pengetahuan yang baru. Pengetahuan yang ingin dicari atau didapatkan tentunya bersumber pada kebenaran. Tahu yang memuaskan manusia adalah tahu yang benar. Tahu yang tidak benar disebut keliru. Jika suatu pengetahuan yang terdahulu mengalami kekeliuran maka sudah pasti terdapat suatu kebenaran sesudahnya. Kekeliruan tentunya akan memberikan dampak yang negatif bagi manusia sehingga mereka meninggalkan suatu kekeliruan. Asumsi awal manusia mendapatkan pengetahuan secara empirik melalui pengamatan dan pengalaman. Data-data inderawi, benda-benda memori manusia merupakan beberapa instrumen dalam mendapatkan pengetahuan. Di samping itu perasaan intuitif atau insting juga menambah kepercayaan terhadap penemuan yang didapatkan sehingga kepercayaan terhadap suatu objek pengetahuan menimbulkan keyakinan terhadap ilmu pengetahuan tertentu. Ilmu Pengetahuan itu dapat ditinjau kembali kebenarannya, jika terdapat kekeliruan maka akan timbul ketidakpuasan sebagai akibat keterbatasan manusia khususnya dalam penggunaan instrumen atau pengolahan data-data indrawi dalam menerima pengetahuan tanpa dia ketahui kemudian melahirkan mitos. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari rasa ingin tahu terhadap suatu realitas yang kurang terpuasakan terutama mengenai hal-hal yang gaib. Namun seiring dengan perkembangan pola pikir manusia yang haus akan rasa ingin tahu melalui kajian-kajian ilmu pengetahuan maka pada akhirnya melahirkan pengetahuan yang ilmiah. Pengetahuan ilmiah memerlukan alasan dan atau penjelasan secara sistematis yang dibuat untuk memberikan keyakinan.

Filsafat Ilmu



Filsafat Ilmu terutama diarahkan pada
komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi,
epistemologi, dan aksiologi.

1.Ontologi (hakikat apa yang dikaji)
Ontologi membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat kongkrit secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni
realisme, naturalsime dan empirisme. Secara ontologis, objek dibahas dari
keberadaannya, apakah ia materi atau bukan, guna membentuk konsep tentang alam
nyata (universal ataupun spesifik).
Ontologi ilmu
meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren
dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi Filsafat tentang
apa dan bagai­mana (yang) “Ada”. Persoalan yang didalami oleh ontologi ilmu
misalnya apakah objek yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud hakiki objek
tersebut? Bagaimana hubungan objek tersebut dengan daya tangkap manusia(seperti berpikir, merasa dan mengindra) yang membuahkan pengetahuan? Pemahaman
ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda
yang akhimya akan menentukan pendapat bahkan ke­yakinannya mengenai apa dan
bagaimana (yang) ada sebagaimana manifestasi kebenaran yang dicarinya.

2.Epistemologi (filsafat ilmu)
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik
mengenai pengetahuan. Ia merupakan cabang filsafat yang membahas tentang
terjadinya pengetahuan, sum-ber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode
atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah).
Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan
dalam menentukan metode yang dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan yang
benar. Akal, akal budi,
pengalaman, atau kombinasi akal dan pengalaman, intuisi, merupakan
sarana mencari pengetahuan yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal
model‑model epistemologik seperti rasionalisme, empirisme, rasionalisme kritis,
positivisme, feno­menologi dan sebagainya. Epistemologi juga membahas bagaimana
menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik be­serta tolok
ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori ko­herensi, korespondesi
pragmatis, dan teori intersubjektif.
Pengetahuan merupakan daerah persinggungan
antara benar dan diperca-ya. Pengetahuan
bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui pengalaman secara tidak sengaja
yang bersifat sporadis dan kebetulan sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan
pengulangan, cenderung bersifat kabur dan samar dan karenanya merupakan pengetahuan
yang tidak teruji.
Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan
analisis dengan langkah-langkah yang sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar
yang logis. Sarana berpikir ilmiah
adalah bahasa, matematika dan statistika.
Metode ilmiah mengga-bungkan cara berpikir deduktif dan induktif
sehingga menjadi jembatan penghu-bung antara penjelasan teoritis dengan
pembuktian yang dilakukan secara empiris.
Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan
kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai
dengan fakta dari yang tidak. Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis
atau ju-ga naluri) dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak.
Kebenaran pengetahuan dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta yang ada, dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia.

Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran
suatu pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun
pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran
mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah.
Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena
penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu
pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.

3.Aksiologi ilmu (nilai kegunaan ilmu)
Meliputi nilai‑nilai kegunaan yang
bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau ke­nyataan yang
dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Nilai-nilai kegunaan ilmu ini juga wajib
dipatuhi seorang ilmuwan, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam
menerapkan ilmu.